Kemampuan bernalar dengan murni tanpa terganggu oleh intuisi, adalah kemampuan unik yang dimiliki seorang matematikawan, atau seseorang yang terbiasa menyelesaikan persoalan matematika dan berpikir dengan cara matematis (bukan berarti lulusan prodi matematika). Cukup berbeda secara konsep berpikir dengan data science.
Matematika adalah tentang kebenaran, data science adalah tentang ketepatan. Kemampuan yang harus dimiliki matematikawan adalah kemampuan memahami, sedangkan data scientist adalah memahamkan. Pemahaman adalah relatif, berbeda tingkat, berbeda pula kebenaran subjektifnya.
Itulah mengapa salah satu kemampuan yang sulit dari data scientist bukanlah menjawab, tapi membuat paham, khususnya untuk saya. Seorang data scientist harus menjelaskan alur berpikirnya secara tepat sesuai dengan tingkat pemahaman audience, melakukan pemilihan chart yang tepat dan highlights yang jelas untuk setiap penyajian dan analisa data. Secara kasat mata terlihat sederhana, namun bagi seorang matematikawan tidak. Matematikawan memiliki ego yang tinggi, ia sudah cukup lelah menyelam kedalam proses pembelajaran panjang yang sebenarnya, tidak ada kewajiban untuk mereka membuat anda mengerti apa yang mereka mengerti, kecuali itu sebuah pekerjaan.
"Forget the simplicity, the complexity is beautiful."
Salah satu perilaku seorang matematikawan dimana saja, termasuk mathematician data scientists adalah detail dan kompleksitas. Mereka tidak akan melewatkan detail, lebih baik anda tidak mengerti.
Teman saya, seorang programmer android menegur saya ketika saya memasukkan sedikit penurunan dari persamaan yang saya presentasikan. Menurutnya itu tidak penting untuk dijelaskan, sebenarnya, menurut saya juga, untuk objective yang sedang kami diskusikan. Tapi untuk satu dan lain hal, saya memiliki tanggung jawab moral untuk menunjukan bahwa persamaan tersebut tidak turun sendiri dari langit, apalagi keluar dari gua.
Hal lain yang biasanya dipertanyakan oleh kawan-kawan non matematika adalah kegunaan dan aplikasi dari konsep-konsep dan bidang keilmuan dalam matematika.
"Teori bilangan, aljabar, dimensi graf, bilangan kompleks, dan konsep matematika lainnya, terutama yang murni, apa aplikasinya?" Pertanyaan yang kadang diselingi canda seolah-olah lucu.
Jawaban yang ingin saya berikan adalah. Well, semua konsep itu bukan tidak aplikatif, anda yang tidak pada levelnya untuk mengaplikasikan. Jadi bukan tidak ada, tapi tidak bisa, siapa? Anda.
Yaa tapi, kalo ditanya beneran si saya jawab, "untuk diajarkan kembali, jadi dosen2 punya pekerjaan", atau "agar bisa dicetak, dijadikan buku, lalu dijual", atau "untuk dibahas aja, kaya gini", atau paling pol adalah dengan menjelaskan analoginya, bahwa yang berbeda adalah aplikasinya, tapi konsepnya sama. Klasik aja.
Keluar selangkah dari dunia akademis, masuklah kita ke dunia bisnis yang selalu diliputi oleh sebab akibat, mengapa, dan bagaimana sesuatu terjadi, sama persis dengan apa yang biasa dikerjakan sebenarnya. Menjelaskan kenapa sesuatu terjadi, dan membuktikannya.
Saya sempat pelajari beberapa teknik pembuktian dalam matematika, pembuktian dengan induksi, kontraposisi, kontradiksi, pembuktian langsung, dsb. Namun tetap saja bingung dengan pertanyaan, " Kamu sayang aku, apa buktinya?" Itulah kenapa saya ngga pernah bilang sayang, udah kerjaan mikir, masa sayang juga harus mikir.
Dunia bisnis penuh dengan pertanyaan dan solusinya harus memperhatikan 3 hal : Impact, Confident, Ease. Simple prioritization yang biasanya dipakai oleh stakeholder.
Sia-sialah kamu kalo bicara panjang lebar menjelaskan bahwa ada bilangan yang lebih besar dari diameter alam semesta, lebih besar dari kepadatan lubang hitam, kemudian lupa memberikan potensial impact dari insightmu.
Jadi menurut saya seorang matematikawan yang terjun menjadi data scientist (nggatau nyebutnya apa) harus siap untuk:
Terbiasa menggunakan solusi yang simpel saja untuk kasus yang sebenarnya bisa diselesaikan secara complex and fancy.
Mentranslate semua bahasa matematis menjadi bahasa lain yang sesuai dengan target audience.
Menahan diri untuk move on ketika sudah menemukan solusi yang ‘cukup’.
Meningkatkan kemampuan berpikir praktis, mengurangi berpikir secara teoritis.